Anti Hoax Sang Pendidik
Ajari aku cara mencintaimu. Begitulah kata Rangga atau
lengkapnya Rangga Dwi Pangga, anak tetangga sebelah rumah yang menginjak
remaja, merasa tersiksa dan sesak dadanya karena kehadiran sosok Cinta dalam
hidupnya.
Sayangnya, asmara Rangga pada Cinta bertepuk sebelah
tangan. Gayuh tak bersambut. Kasih tak sampai. Kesengsaraan kian menyelimuti
hari hari Rangga Dwi Pangga. Bagai nestapa tiada berujung, makin rapuhlah
Rangga. Diketahuinya kini kalau Cinta sudah menjadi milik Arya Kamandanu,
sahabat karibnya sendiri.
Hal ini diketahui Rangga saat membuka facebooknya. Sinta
memosting foto dirinya saat bersama Arya. Melihat itu, Rangga langsung
menyimpulkan kalau Cinta dan Arya kini sudah jadian. Menjadi sepasang kekasih.
Apalagi di foto itu ada tulisan "Akhirnya jadi juga!!!". Tanpa
kroscek kebenaran data, validitas data foto mesra itupun dijadikan pedoman bagi
Rangga untuk merayakan rasa patah hatinya dengan bermuram durja, ditemani
tembang ditinggal rabi dan jaran goyang.
Itulah sepenggal kisah Rangga, korban cinta. Atau lebih
tepatnya, korban hoax. Karena sebenarnya, antara Cinta dan Arya tidak jadian
menjadi sepasang kekasih. Itu adalah upaya Cinta untuk memupus harapan Rangga.
Agar tak lagi mengharapkan Cinta, karena sebenarnya Cinta sama sekali tak
menyukai Rangga.
Setelah kebenaran data terungkap, menyesallah Rangga
meratapi kebodohan dirinya memercayai sesuatu tanpa mengkroscek kebenarannya.
Berbekal dari pengalamannya itu maka Rangga kini berujar, ajari aku cara meng-hoax-kanmu.
Kejadian yang menimpa Rangga hanyalah merugikan dirinya
sendiri. Coba bayangkan, Jika anda menerima berita hoax dan kemudian
menyebarluaskannya ke khalayak, dan orang ramai membicarakannya serta
menimbulkan kegaduhan dan keresahan, dan kemudian terprovokasi dengan berita
yang anda share itu, maka anda menjadi biang keladi kekacauan yang mungkin
memang sengaja diciptakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Dengan makin banyaknya masyarakat pengguna ponsel pintar,
kemudahan mendapatkan informasi secara digital melalui dunia maya juga semakin
mudah. Hampir dipastikan setiap orang pengguna ponsel pintar memiliki akun
media sosial semacam facebook, instagram, watsapp dan beragam fitur aplikasi
lainnya yang dapat dengan mudahnya di unduh di apps store.
Pasar industri sepertinya telah mempelajari tipologi
orang Indonesia yang tidak gemar membaca sebuah tulisan dalam jumlah kata yang
terlalu banyak. Maka orang Indonesia lebih senang membaca postingan teman dunia
mayanya yang mengetikkan jumlah kata yang hanya sekilas dan tidak perlu
mengernyitkan dahi untuk memahami maknanya. Maka dimana-mana kita melihat orang
berkutat dengan ponsel di genggaman tangannya untuk sekedar membuka w.a. masuk,
ketimbang membaca surat kabar apalagi buku yang menghadirkan informasi yang
bermanfaat baginya.
Anda bisa hitung sendiri, berapa rupiah budget yang anda keluarkan untuk membeli
paket data internet supaya anda tetap online,
terhubung dengan jaringan internet. Bahkan tempat-tempat umumpun ramai-ramai menyediakan
wi-fi gratis untuk mereka-mereka yang keranjingan online. Jika anda offline,
itu berarti anda menghilang dari peredaran jaringan pertemanan yang anda bangun
jauh lebih erat daripada persahabatan itu sendiri.
Dampak negatif dari berkembangnya tekhnologi informasi
tidak dibarengi dengan pembaharuan dalam pola pembelajaran di sekolah-sekolah
formal. Di jaman orang yang hanya tinggal berkata “Ok google” saja bisa mencari
informasi apapun yang diinginkannya, masihkah kita dapati di sekolah-sekolah
para siswa diberi tugas mencatat, beri tugas tinggal bergegas?
Maka para siswa lebih senang mengutak-utik gawainya
daripada membolak-balik buku pelajaran mereka di sekolah. Mereka lebih senang
membaca berita di facebook, twitter, yang di share oleh teman mereka. Mereka
mungkin tidak bisa membedakan mana berita benar, mana berita hoax.
Cara
mengidentifikasi hoax.
Ada beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk
mengidentifikasi sebuah berita, apakah termasuk berita hoax atau bukan (Oik
Yusuf, 2017):
1. Judul berita yang provokatif
Berita hoax kerapkali membubuhi judul sensasional yang
provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya
pun bisa dicomot dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar
menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoax.
2. Cermati alamat situs
Untuk informasi yang diperoleh dari website atau
mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Apabila berasal dari
situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi -misalnya
menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan.
Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar
43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita. Dari jumlah
tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300.
Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan
berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.
3. Periksa fakta
Dari mana berita berasal? Siapa sumbernya? Apakah dari
institusi resmi? Sebaiknya jangan lekas percaya apabila informasi bersal dari
pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat. Perhatikan keberimbangan sumber
berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran
yang utuh.
Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara
berita yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang
terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan
dari penulis berita sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.
4. Cek keaslian foto
Di era teknologi digital, bukan hanya konten berupa teks
yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada
kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca.
Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan
memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke
kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar
serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.
5. Ikut serta grup diskusi anti-hoax
Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi
anti hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage &
Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.
Di grup-grup diskusi ini, netizen bisa ikut bertanya
apakah suatu informasi merupakan hoax atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi
yang sudah diberikan oleh orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontribusi
sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan tenaga banyak
orang.
Dampak Negatif
Hoax
Hoax adalah usaha untuk menipu atau mengakali
pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita
palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut adalah palsu. Salah satu contoh
pemberitaan palsu yang paling umum adalah mengklaim sesuatu barang atau
kejadian dengan suatu sebutan yang berbeda dengan barang/kejadian sejatinya.
Suatu pemberitaan palsu berbeda dengan misalnya pertunjukan sulap; dalam
pemberitaan palsu, pendengar/penonton tidak sadar sedang dibohongi, sedangkan
pada suatu pertunjukan sulap, penonton justru mengharapkan supaya ditipu
(Wikipedia).
Karena Pemberitaan palsu (bahasa Inggris: hoax) adalah
informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya
(MacDougall, Curtis D. 1958), maka penyebar berita hoax memiliki maksud tujuan
tertentu agar orang-orang yang membacanya terpengaruh dalam sebuah penggiringan
opini publik untuk tujuan tertentu, dan akan memiliki dampak. Dampak negatif
dari berita hoaks (dapoyster.wordpress.com):
1. Merugikan suatu pihak
2. Memberikan reputasi buruk akan seseorang/sesuatu
3. Menyebarkan fitnah
4. Menyebarkan informasi yang salah
Menurut Co-Founder Provetic, Shafiq Pontoh, Hoax akan
memberikan dampak negative bagi siapa saja. Kontennya biasanya berisi hal
negative, yang bersifat hasut dan fitnah. Hoax akan menyasar emosi masyarakat,
dan menimbulkan opini negative sehingga terjadi disintergratif bangsa. Hoax
juga memberikan provokasi dan agitasi negative, yaitu menyulut kebencian, kemarahan,
hasutan kepada orang banyak (untuk mengadakan huru-hara, pemberontakan, dan
sebagainya), biasanya dilakukan oleh tokoh atau aktivitis partai politik,
pidato yang berapi-api untuk mempengaruhi massa. Hoax juga merupakan propaganda
negative, dimana sebuah upaya yang disengaja dan sistematis untuk membentuk
persepsi, memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan mempengaruhi langsung
perilaku agar memberikan respon sesuai yang dikehendaki oleh pelaku propaganda
(republika.co.id).
Informasi yang dikeluarkan baik orang perorang maupun
badan usaha melalui media sosial dan elektronik ketika telah terkirim dan
dibaca oleh banyak orang dapat mempengaruhi emosi, perasaan, pikiran bahkan tindakan seseorang atau kelompok.
Sangat disayangkan apabila informasi yang disampaikan tersebut adalah informasi
yang tidak akurat terlebih informasi tersebut adalah informasi bohong (hoax)
dengan judul yang sangat provokatif mengiring pembaca dan penerima kepada opini
yang negatif. Opini negatif, fitnah, penyebar kebencian yang diterima dan
menyerang pihak ataupun membuat orang menjadi takut, terancam dan dapat
merugikan pihak yang diberitakan sehingga dapat merusak reputasi dan menimbulkan kerugian materi (Abner dkk, 2017)
Cara Edukatif
Memerangi Hoax
1. Literasi Media
Literasi media adalah perspektif yang dapat digunakan
ketika berhubungan dengan media agar dapat menginterpretasikan suatu pesan yang
disampaikan oleh pembuat berita. Orang cenderung membangun sebuah perspektif
melalui struktur pengetahuan yang sudah terkonstruksi dalam kemampuan
menggunakan informasi (Pooter, 2011). Juga
dalam pengertian lainnya yaitu kemampuan untuk mengevaluasi dan
menkomunikasikan informasi dalam berbagai format termasuk tertulis maupun tidak
tertulis. Literasi media adalah seperangkat kecakapan yang berguna dalam proses
mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan pesan dalam beragam
bentuk. Literasi media digunakan sebagai model instruksional berbasis
eksplorasi sehingga setiap individu dapat dengan lebih kritis menanggapi apa
yang mereka lihat, dengar, dan baca.
2. Internet Sehat dan Aman
Tujuan gerakan internet sehat adalah untuk memberikan
pendidikan kepada pengguna internet untuk menganalisis pesan yang disampaikan,
mempertimbangkan tujuan komersil dan politik dibalik citra atau pesan di
internet dan meneliti siapa yang bertanggungjawab atas pesan yang
diimplikasikan itu. Oleh karena itu, agar gerakan internet sehat dapat berjalan
secara optimal maka sangat diperlukan pendidikan berinternet salah satunya
adalah pendidikan etika berinternet. Pendidikan internet lebih pada
pembelajaran tentang etika bermedia internet, bukan pengajaran melalui media.
Pendidikan etika bermedia internet bertujuan untuk mengembangkan baik pemahaman
kritis maupun partisipasi aktif, sehingga anak muda sebagai konsumen media
internet memiliki kemampuan dalam membuat membuat tafsiran dan penilaian
berdasarkan informasi yang diperolehnya. Selain itu anak muda mampu menjadi
produser media internet dengan caranya sendiri sehingga menjadi partisipan yang
berdaya di komunitasnya (Setiawan, 2012).
Ketika Mendapatkan
Sebuah Berita
Ketika mendapatkan sebuah berita, berikut langkah-langkah
yang harus dilakukan agar tidak terjebak dengan berita hoax:
1.Cek beberapa sumber
Jangan hanya terpaku pada satu sumber yang kita baca,
carilah referensi di sumber lain. Semakin banyak sumber yang kita baca, semakin
pintar juga membedakan berita yang benar dan berita hoax.
2. Kenali situs palsu
Perkembangan teknologi yang semakin maju sekarang ini
membuat banyak sekali situs-situs baru yang tidak dikenali bermunculan, oleh
karena itu kita harus secara pintar bisa menyingkirkan beberapa situs yang
palsu tersebut.
Lalu bagaimana kita bisa mengetahui bahwa situs tersebut
palsu? Caranya, harus mencari tahu sejarah, profil, hingga kamu googling
terlebih dahulu situs tersebut, temukan bukti yang menguatkan bahwa situs
tersebut memang mempunyai tujuan hanya untuk memberitakan berita yang positif
dan netral serta mengikuti kode etik pers.
Perbanyak kegiatan membaca, perbesar juga rasa ingin tahu
kita agar kita bisa dengan mudahnya membedakan mana berita asli dan berita
hoax. Jadi, seiring berkembangnya teknologi, kita juga harus menjadi pribadi
yang pintar juga dalam pemanfaatannya terutama dalam menyebarkan suatu informasi.
Berita hoax yang dishare oleh orang yang bukan siapa
siapa pun bisa dipercaya. Apalagi jika anda seorang guru yang digugu dan ditiru.
Tentu orang-orang akan dengan yakin memercayai berita hoax yang anda sebar,
karena mereka pikir itu berita yang benar dan bisa dipercaya. Marilah untuk
lebih bijak memilih dan memilah informasi sebelum menyeberakannya.
Berita hoax telah merambah semua kalangan. Adalah tugas
kita sebagai guru untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat dalam
mengedukasi mereka tentang pentingnya mengidentifikasi sebuah berita. Apakah
berita tersebut termasuk berita hoax atau bukan berita hoax.
Referensi
1) Oik
Yusuf, Kompas.com - 09/01/2017, 12:43 WIB, http://tekno.kompas.com/read/ 2017/01/09/
12430037/begini.cara.mengidentifikasi.berita.hoax.di.internet diakses
23/10/2017, 03.05WIB.
2) Wikipedia,
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemberitaan_palsu diakses 23/10/2017, 03.15WIB.
3) https://dapoyster.wordpress.com/2017/02/10/4-dampak-hoax-yang-merugikan/
diakses 23/10/2017, 03.10WIB.
4) Desy
Susilawati, Winda Destiana Putri
http://trendtek.republika.co.id/berita/trendtek/internet/17/04/11/oo7uxj359-begini-dampak-berita-hoax
diakses 23/10/2017, 03.20WIB.
5) Abner,
dkk. 2017
https://mti.binus.ac.id/2017/07/03/penyalahgunaan-informasiberita-hoax-di-media-sosial/
diakses 23/10/2017, 03.25WIB.
6) Setiawan,
A. B. (2012). Penanggulangan Dampak Negatif Akses Internet Di Pondok Pesantren
Melalui Program Internet Sehat Overcoming Negative Impact of Internet Access in
Pondok Pesantren Through Healhty Internet Program.
7) Krisva
Angnieszca http://blog.kurio.co.id/2016/03/03/sudahkah-kita-membaca-dan-menyebarkan-informasi-yang-benar/
diakses 23/10/2017, 03.30WIB.
#antihoax #marimas #pgrijateng